Inilah Aku-Perubahan (Part 4)
Suara azan subuh berkumandang. Mamaku membangunkanku dengan penuh kelembutan. Ku buka mataku, meski masih berbayang, tapi tampak mata mamaku mulai membengkak. Apakah mama menangis semalaman karena aku?
Ku segerakan bangun, dan menuju ke kamar mandi. Tentu, aku masih menggunakan daster yang kupakai selama tidur. Aku pun melihat ke arah kursi ruang keluarga, ada papaku di sana yang melihatku. Tampak seperti menahan marah. Aku pun bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudu.
Di musala, tanganku sudah tak lagi mengambil sarung. Ku ambil mukena milik mamaku, dan kupakainya. Aku pun segera salat subuh, sambil sesekali kembali terisak, tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Namun balutan mukena yang kukenakan ini sedikit menenangkan hati. Aku pun mulai larut dalam kekhusyukan salat.
"Ya Allah, ampuni hamba-Mu. Hamba hanya ingin jadi diri hamba yang sebenarnya," doaku usai salat.
Yang kuperkirakan terjadi. Papaku masuk musala, dan meminta duduk berhadapan dengannya. Papa juga minta melepas mukenaku, tapi aku menolaknya.
"Aku merasa tenang pakai ini pa," kataku.
"Ya sudah," ujarnya, singkat.
Papaku pun mulai melanjutkan pembicaraan.
"Kenapa kamu begini?" tanya papa.
"Fadil nyaman jadi perempuan pa," jawabku dengan sedikit terisak.
"Sudah sejak kapan?" tanyanya balik.
"Sudah lama pa, sejak TK," kataku.
"Kamu pernah disodomi?" tanyanya lagi, dengan nada yang mulai meninggi.
"Enggak pa. Ini benar-benar keinginanku. Aku merasa nyaman menjadi seperti ini, jiwaku merasa tenang, aku merasa terlindungi, aku benar-benar ingin jadi..."
PLAKK!!
Papa tiba-tiba menamparku dengan keras. Aku pun kaget dan semakin menangis.Sementara itu mamaku juga tampak menangis di belakang papaku.
"Sudah mas, kasihan Fadil sampean tampar," kata mamaku kepada papaku.
"Mau jadi apa dia kalau begini??Enggak ada yang bisa dibanggakan lagi dari anak ini!" papa semakin marah. Aku pun tak mampu lagi menatapnya. Kini, aku hanya bisa diam, dan tak terasa mukena yang kukenakan basah dengan air mataku.
"Hari ini kamu ke rumah sakit, kita bawa ke psikiater," kata papa, sambil berlalu meninggalkan musala.
Aku pun hanya terdiam di musala, sambil terus menangis. Mama segera memelukku, dan melepas mukena yang kukenakan. Kami berdua sama-sama menangis, sambil sama-sama mengenakan daster.
"Maafkan aku ma," kataku sambil menangis kepada mama.
"Iya nduk," jawabnya. (bersambung)
Catatan Penulis:
Maaf kepada para readers, karena kesibukan pekerjaan jadi terlambat update. Semoga tetap menyukai tulisan-tulisan ini ya 😘
Ku segerakan bangun, dan menuju ke kamar mandi. Tentu, aku masih menggunakan daster yang kupakai selama tidur. Aku pun melihat ke arah kursi ruang keluarga, ada papaku di sana yang melihatku. Tampak seperti menahan marah. Aku pun bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudu.
Di musala, tanganku sudah tak lagi mengambil sarung. Ku ambil mukena milik mamaku, dan kupakainya. Aku pun segera salat subuh, sambil sesekali kembali terisak, tak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Namun balutan mukena yang kukenakan ini sedikit menenangkan hati. Aku pun mulai larut dalam kekhusyukan salat.
"Ya Allah, ampuni hamba-Mu. Hamba hanya ingin jadi diri hamba yang sebenarnya," doaku usai salat.
Yang kuperkirakan terjadi. Papaku masuk musala, dan meminta duduk berhadapan dengannya. Papa juga minta melepas mukenaku, tapi aku menolaknya.
"Aku merasa tenang pakai ini pa," kataku.
"Ya sudah," ujarnya, singkat.
Papaku pun mulai melanjutkan pembicaraan.
"Kenapa kamu begini?" tanya papa.
"Fadil nyaman jadi perempuan pa," jawabku dengan sedikit terisak.
"Sudah sejak kapan?" tanyanya balik.
"Sudah lama pa, sejak TK," kataku.
"Kamu pernah disodomi?" tanyanya lagi, dengan nada yang mulai meninggi.
"Enggak pa. Ini benar-benar keinginanku. Aku merasa nyaman menjadi seperti ini, jiwaku merasa tenang, aku merasa terlindungi, aku benar-benar ingin jadi..."
PLAKK!!
Papa tiba-tiba menamparku dengan keras. Aku pun kaget dan semakin menangis.Sementara itu mamaku juga tampak menangis di belakang papaku.
"Sudah mas, kasihan Fadil sampean tampar," kata mamaku kepada papaku.
"Mau jadi apa dia kalau begini??Enggak ada yang bisa dibanggakan lagi dari anak ini!" papa semakin marah. Aku pun tak mampu lagi menatapnya. Kini, aku hanya bisa diam, dan tak terasa mukena yang kukenakan basah dengan air mataku.
"Hari ini kamu ke rumah sakit, kita bawa ke psikiater," kata papa, sambil berlalu meninggalkan musala.
Aku pun hanya terdiam di musala, sambil terus menangis. Mama segera memelukku, dan melepas mukena yang kukenakan. Kami berdua sama-sama menangis, sambil sama-sama mengenakan daster.
"Maafkan aku ma," kataku sambil menangis kepada mama.
"Iya nduk," jawabnya. (bersambung)
Catatan Penulis:
Maaf kepada para readers, karena kesibukan pekerjaan jadi terlambat update. Semoga tetap menyukai tulisan-tulisan ini ya 😘
Semangat Sis lanjut terus sampe si Fitri itu Nikah nantinya 😂
BalasHapus